18/11/08

Pasar Tradisional


PASAR TRADISIONAL DI MALANG TERANCAM PUNAH

Akan ke mana pedagang kecil akan bertahan menikmati sisa hidupnya?

Pada suatu pagi, sekitar pukul setengah tujuh. Terjadi sebuah aktivitas yang entah bisa dinamakan apa tepatnya. Tempat itu ramai, seperti sesuatu telah kebanyakan makan sesuatu sehingga sesuatu itu menjadi muntah. Muntahannyapun tak bisa dikatakan apa, hanya bisa digambarkan seperti ini, sesuatu bergerak tanpa jelas alurnya, semrawut. Terdengar sebuah suara tak jelas. Terbau sesuatu yang menyengat hidung, membuat yang punya hidung harus menutup hidungnya. Perut pun melilit melihat sesuatu yang tak seharusnya dilihat, karena membuat mata menyipit dan perut mual.



Itulah gambaran Pasar Kebalen, yang terletak di ujung kota Malang sebelah timur. Pasar tradisional tersebut berdiri pada tahun 1979. Pasar itu sebenarnya sudah tak layak lagi digunakan, karena antara tempat dan pedagang tak seimbang. Pasar yang memiliki luas 1.313 M2 itu berpenghuni 1654 pedagang. Terlalu banyak pedagang yang berjualan, sedangkan tempatnya sudah tak mencukupi, jumlah bedak juga terbatas sehingga pedagang memilih berjualan di luar pasar yaitu jalan raya. Sedangkan pedagang yang dulunya punya bedak di dalam pasar ikut pindah ke jalan raya, karena lebih ramai oleh pelanggan. Ini karena persaingan antar pedagang untuk menggaet pelanggan yang lebih banyak. Dengan keadaan yang tak kondusif seperti itu menimbulkan penataan yang tak terkontrol. Sampah berceceran di mana-mana. Lalu lintas semrawut karena separo jalan raya terampas oleh para pedagang, mancet panjang pun terjadi. Sosok sebuah pasar pun tak terlihat, yang terlihat adalah tempat kumuh yang berantakan. Ini satu gambaran pasar tradisional di kota Malang yang belum tersentuh untuk masuk dalam pemikiran akan sebuah perbaikan untuk sebuah masa depan.
Hal ini juga terlihat di ujung selatan kota Malang, tepatnya di daerah Gadang. Di sana terdapat sebuah pasar induk yang berdiri pada tahun 1989. Pasar tersebut terpisah oleh jalan raya yang dilalui oleh angkutan kota dan mobil-mobil pengantar barang berukuran besar. Jalan tersebut sudah rusak. Aspalnya sudah mengelupas, yang terlihat tanah padat berlubang bercampur sisa-sisa aspal. Tak sedikit para pedagang membuang limbah air dan sampah di jalan raya, sehingga jalan pun tampak tak enak dilihat mata juga tak enak dibau. Kalau musim kemarau debu dan sampah beterbangan kemana-mana, sedangkan saat musim hujan jalan tersebut seperti sawah yang telah dibajak bercampur sampah, membuat kaki enggan dilangkahkan.
Menurut Dr. Harsono, Ir Ms, ketua program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Merdeka (UNMER) Malang, keadaan pasar seperti itu sudah seharusnya mendapat perhatian lebih. Karena jika dibiarkan sektor ekonomi usaha kecil bisa habis, karena ditinggal oleh konsumen. Bagaimana tidak? Pasar tradisional kumuh, becek, sampah di mana-mana, keadaan tak memungkinkan untuk didatangi. Konsumen akan memilih belanja di tempat yang lebih bersih dan nyaman.
Menurutnya, pemerintah seharusnya memiliki Rencana Induk Pengembangan Pasar, yaitu suatu rencana yang diwujudkan dalam bentuk naskah, yang mana pembangunan dalam suatu daerah direncanakan dalam bentuk UU dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Pembangunan jangka pendek seperti, penataan komoditi, ketertiban lalu lintas, kebersihan, lahan parkir, pengaturan jarak antara pasar tradisional dan pasar modern agar tidak saling mematikan. Untuk jangka menengah seperti, masalah relokasi, pembangunan fisik jika ada yang perlu dibenahi. Juga apabila pasar sudah tak layak ditempati karena tak seimbang antara tempat dan pedagang yang terlalu banyak. Kalau bisa pasar harus ada unsur rekreasi, unsur kenyamanan terhadap pengunjung. Sedangkan untuk jangka panjang adalah perbaikan pembinaan pedagang, penghidupan koperasi pedagang, kerjasama pedagang dengan pusat-pusat komoditi, seperti holty cultural, petani dan lain-lain.
Rencana induk tersebut memiliki tujuan supaya sektor ekonomi usaha kecil bisa terus hidup, yang mana pasar adalah pusat ekonomi kerakyatan yang bisa menjadi tulang punggung krisis perekonomian kapital.
Jika pasar tradisional tidak memiliki managemen yang jelas dan dibiarkan semrawut dan kumuh seperti contoh keadaan pasar tradisional di atas, konsumen akan meninggalkan pasar tradisional dan berpindah pada pasar modern yang kian semakin berkembang di Malang. Yang mana pasar modern dinilai konsumen lebih baik, nyaman dan bersih. Selain itu pasar modern bisa dijadikan tempat rekreasi bagi keluarga.
Sebagaimana yang terjadi di Surabaya, perkembangan pasar modern di surabaya akhir-akhir ini sangat pesat. Sampai akhir tahun 2005 pasar modern di Surabaya sudah mencapai 228 buah. Terdiri dari 43 super market, 10 depertemen store, 27 faktory outlet dan 148 minimarket (Kompas Jatim,7/6/2006). Dengan banyaknya pasar modern yang muncul, pasar tradisional terancam terpinggir bahkan mulai ditinggalkan oleh konsumen.
Di Jakarta, persaingan antara pasar tradisional dan pasar modern semakin meningkat, hingga meninggalkan dampak negativ bagi para pedagang. Tak sedikit yang gulung tikar akibat persaingan tersebut. Menurut Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Seluruh Indonesia (APPSI), sekitar 400 toko di pasar tradisional tutup usaha tiap tahun akibat persaingan tersebut.
Sama halnya di Surabaya dan Jakarta, jika pasar tradisional di Malang tak ada perhatian lebih maka keberadaannya terancam punah, nasib pedagang pun ….

Jika keberadaan pasar tradisional semakin terancam punah karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap keberadaannya, maka tidak hanya nasib para pedagang saja yang akan hancur. Tetapi pada sektor-sektor lainpun terancam juga. Dalam kehidupan pasar tradisional terdiri dari bermacam-macam sektor, misalnya ekonomi, sosial dan budaya. dalam sektor ekonomi terdapat rantai ekonomi, yaitu ……………..sedangkan dalam sektor sosial terdapat ruang sosial yang telah mengakar dalam jiwa pedagang. Ruang sosial adalah ruang di mana terdapat hubungan sosialisasi antara pedagang dan pembeli. Tawar-menawar adalah kuncinya. Setelah penjual dan pembeli melakukan tawar menawar dan menemukan titik kesepakatan maka bisa jadi berlangganan. Setelah hubungan pelangan terbina dengan baik, karena seringnya berkunjung bisa jadi diantara mereka terjalin hubungan saudara. Itu telah menjadi ciri khas pasar tradisional yang tak bisa ditemui di pasar modern.

2 comments:

Ama' on 22 November 2008 pukul 15.38 mengatakan...

bagus2... sering2 posting yah...

Opix Phephi on 29 Maret 2009 pukul 01.05 mengatakan...

sejak kapan sih pasar modern / retail mulai merambah malang

Toggle

Contributors