Revitalisasi Gerakan Mahasiswa Indonesia
(Catatan atas Gerakan Mahasiswa yang Terkontaminasi)
“Di segala lapang tanah air,
Aku hidup, aku gembira.....
Di mana kakiku menginjak bumi Indonesia,
Disanalah tumbuh bibit cita-cita
Yang kusimpan dalam dadaku!”
Dr. Muhammad Hatta (Bung Hatta,1934)
Kata-kata membara nan revolusioner di atas ditulis oleh seorang peletak sejarah bangsa ini. Lewat ungkapan yang bersahaja itu beliau mengkspresikan rasa bangga dan kagumnya sebagai pemuda Indonesia dan besar di atas tanah Indonesia. Kini beliau telah lama meninggalkan kita, namun nama besar beliau sebagai sosok generasi terbaik bangsa akan tetap berkibar di atas bumi pertiwi. Sesungguhnya, sejarah panjang peradaban dunia selau mencatat generasi-generasi terbaik di zamannya. Bung Hatta, Soekarno, Natsir, Syahrir dan seterusnya adalah potret generasi-generasi terbaik bangsa Indonesia di zamannya. Khususnya perkembangan dunia kontemporer mulai abad ke-19 hingga sekarang, peran lokomotif perubahan begitu identik dengan golongan pemuda yang berasal dari kampus-kampus (mahasiswa -red). Peran mahasiswa dalam setiap perubahan sosial politik negara tidak bisa diabaikan begitu saja oleh gerakan politik manapun, terutama di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia. Gerakan mahasiswa tetap menjadi salah satu elemen terpenting dari kekuatan politik sebagai kelompok penekan (pressure community) demi terwujudnya tatanan pemerintahan yang humanis dan bermartabat.
Peran Strategis Mahasiswa
Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa memiliki karakter positif antara lain idealis dan energik. Idealis berarti mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi dalam struktur kekuasaan negara. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik tanpa adanya resistensi yang terlalu besar. Sedangkan energik berarti pemuda biasanya siap sedia melakukan “kewajiban” yang dibebankan oleh suatu ideologi manakala dia telah meyakini akan kebenaran ideologi itu. Sebagai contoh adalah para sahabat Rasulullah yang bahkan siap meninggalkan malam pertamanya manakala mendengar perintah jihad.
Dalam perspektif al-Quran mahasiswa memiliki tiga peran strategis. Pertama, sebagai generasi penerus (Q.S Ath-Tur:21), yaitu meneruskan nilai-nilai kebaikan yang ada pada suatu kaum. Kedua, sebagai generasi pengganti (Q.S Al-Maidah:54), yaitu menggantikan kaum yang memang sudah rusak dan tidak produktif lagi dalam proses kehidupan. Ketiga, sebagai generasi pembaharu (Q.S Maryam:42), yaitu memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang ada pada suatu kaum. Itulah peran strategis mahasiswa yang tidak lagi dimiliki oleh seniornya (kaum tua).
Potret Kelam Mahasiswa
Namun, apa yang akan dikatakan oleh para founding father kita jika melihat realitas generasi muda saat ini? Dimana generasi-generasi bangsa banyak yang larut dalam glamornya dunia selebritis. Mahasiswa yang tidak mau tahu dengan kondisi perpolitikan bangsa yang dari waktu ke waktu semakin runyam. Budaya intektual yang menumbuhkan ide-ide kritis, baik itu dalam diskusi-diskusi, tulisan ataupun nimbrung ke dalam organisasi-organisasi ekstra/intra kampus yang telah ada, semakin tidak menarik minat mahasiswa. Fenomena diskusi kesil-kecilan di lingkungan kampus; semisal UKM, kantin, kontrakan, untuk membahas isu-isu aktual ditingkatan daerah, nasional atau internasional semakin jarang kita temukan. Malah kita akan sangat akrab dengan pemandangan sehari-hari mahasiswa; seperti cangkro’an, pacaran, nongkrong di cafe/mall sambil membicarakan gosip selebritis terbaru. Itulah sekelumit cerita tentang mahasiswa. Kecendrungan bertindak apatis ini lebih dikarenakan keengganan mereka untuk berfikir kritis dan bertindak melalui proses panjang. Cendrung pada orientasi hasil, adalah budaya baru mahasiswa saat ini. Budaya instan yang menggejala dewasa ini, setidaknya banyak dipengaruhi oleh gencarnya media massa (terutama TV). Mereka banyak menawarkan cara yang cepat untuk menjadi “populer dan kaya.” Lihatlah bagaimana antusiasnya mereka, berduyun-duyun memadati tempat-tempat audisi, tempat hiburan, karauke, pesta dan dansa daripada menghadiri forum-forum dialog, diskusi, seminar yang membahas kondisi dunia kontemporer. Sungguh ironis! Jadi benar apa yang dikatakan oleh Bung Hatta: “abadnya abad besar, namun yang kutemukan adalah generasi-generasi kerdil!”
Melihat potret kelam mahasiswa juga kita akan temukan pada dunia pergerakan (aktivis -red). Mahasiswa yang aktif sebagai aktivis pergerakan mahasiswa bukannya sepi dari catatan merah. Di kota-kota besar (tak terkecuali kota Malang) adanya gerakan mahasiswa yang mendedikasikan gerakannya sebagai gerakan bayaran. Mereka rela menjual idealismenya demi sejumlah rupiah. Potret kelam mahasiswa juga kita bisa lihat ketika telah berada di struktur kekuasaan politik kampus (BEM). Disilah mahasiswa akan diuji idealismenya untuk benar-benar berjuang terhadap kebenaran. Konsisten untuk tidak menyalahgunakan jabatan, jujur dalam penyaluran alokasi dana (tidak KKN), melakukan advokasi terhadap mahasiswa yang diayominya. Sebab apabila pada jabatan seperti ini saja sudah bisa KKN, apalagi di struktur kenegaraan?
Revitalisasi Menuju Gerakan Bermartabat
Revitalisasi gerakan secara paradigmatic menemukan relevansinya. Dalam arti kata, revitalisasi atas gerakan mahasiswa Indonesia harus diupayakan secara serius. Kita harus prihatin dengan kondisi mahasiswa Indonesia kini yang cendrung pragmatis, hedonis dan materialistis. Gerakannya tidak fokus dan inkosisten dalam mengususng gerakan humanis yang membawa pesan-pesan moral, intelektual dan sosial politik yang ekstra-parlementer. Gerakan mahasiswa juga banyak yang telah keluar dari koridor-koridor gerakan yang telah dicetuskan pendahulunya. Ini semua harus menjadi perhatian serius jika tidak ingin seperti apa yang diungkapkan Alfin Tofler sebagai “sisa-sisa peradaban yang sedang sekarat.”
Dalam konteks tulisan ini, kalau sebelum kemerdekaan 1945 gerakan mahasiswa identik dengan perjuangan merebut kemerdekaan dari kolonial, di era Orde Lamamempertahankan kemerdekaan, di era Orde Baru mengisi ruang-ruang pembangunan, maka pada era reformasi ini mengharuskan sejumlah perubahan paradigma gerakan harus direvitalisasi. Menurut hemat penulis, ada tiga hal yang harus menjadi garapan serius gerakan mahasiswa sebagai manifesto dari revitalisasi gerakan yang dicanangkan. Pertama, gerakan moral (moral movement). Moral adalah hal yang paling fundamen yang harus menjadi perhatian serius dalam bergerak. Secara praktis moral sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai agama sebagai pengejawantahan langsung dari perintah Allah swt. Maka, satu-satunya untuk secara konsisten mengusung gerakan moral adalah kita harus kembali kepada ajaran agama Allah swt secara totalitas. Karena agama menurut Samuel P. Huntington adalah “satu-satunya otoritas yang membuat manusia menjadi termotivasi untuk melakukan apa saja.” Termasuk didalamnya, maraknya tradisi KKN, tindakan amoral, adalah karena tidak tertanamnya prinsisp-prinsip agama dalam setiap pelakunya. Jadi tidak ada kata lain, selain gerakan mahasiswa harus kembali kepada nilai-nilai agama. Kedua, gerakan intelektual (intellectual movement). Sebagai masyarakat terdidik, maka mengusung gerakan intelektual yang mencerdaskan masyarakat menjadi sebuah keniscayaan. Karena sebagian besar mereka tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi, bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Ketiga, mahasiswa harus mengusung gerakan ekstra-parlementer (non-parliament movement). Gerakan mahasiswa adalah gerakan nurani. Artinya, gerakan mahasiswa tidak boleh ditunggangi oleh kepentingan politik manapun, karena mahasiswa bergerak bukan atas tendensi politik apapun apalagi mencari rupiah lewat gerakannya. Karena apabila ini terjadi, maka akan runtuh citra dirinya dan gerakan mahasiswa telah menjadi ”penjilat-penjilat” penguasa. Tetapi gerakannya murni karena kesewenang-wanangan penguasa, pemerintah yang otoriter, kebebalan status quo, kebijakan yang tidak berpihak rakyat, dan tindakan sporadis lainnya.
Nah, inilah yang menurut penulis yang harus diupayakan oleh gerakan mahasiswa saat ini, agar menjadi gerakan yang bermartabat. Hemat penulis, apabila ketiga poin di atas menjadi perhatian serius mahasiswa maka apa yang dikatakan Bung Syahrir adalah benar, bahwa “berfikir kritis dan berani adalah kita.”
Wallahu ‘alam!
18/11/08
Revitalisasi Gerakan Mahasiswa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar